Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Minggu, 03 Februari 2013

Perbedaan Sudut Pandang Orang Pertama dan Orang Ketiga pada Cerpen atau Novel


Perbedaan Sudut Pandang Orang Pertama dan Orang Ketiga pada Cerpen atau Novel

Seorang siswa pernah bertanya kepada saya tentang perbedaan antara sudut pandang orang pertama dan orang ketiga dalam cerpen atau novel. Rasanya saya sudah berkali-kali menjelaskan salah satu unsur intrinsik cerita yang satu itu, namun ternyata seringkali mereka salah dalam memahami apa itu sudut pandang. Berikut ini akan saya paparkan kembali sudut pandang dalam bentuk dialog drama antara saya dan siswa saya.
Tokoh ++> Gita (Siswa)  dan Saya (Guru)

Gita     : Bu, nomor yang ini maksudnya apa sih, Bu?
Saya    : Yang mana, Gita?
Gita     : Ini, Bu, yang sudut pandang dalam cerpen. Sudut pandang apa sih, Bu?
Saya    : Loh, Ibu kan sudah pernah membahas ini. Sudut pandang itu salah satu unsur intrinsik dalam cerita selain tema, tokoh, watak,penokohan, alur, latar, dan amanat.
Gita     : Iya, Bu tapi Gita masih bingung.
Saya    : Sederhananya begini Gita, sudut pandang adalah posisi pengarang ketika bercerita. Sudut pandang ada dua macam, yaitu sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang pertama pun ada dua macam, yaitu orang pertama sebagai tokoh utama dan orang pertama sebagai tokoh sampingan. Begitu juga dengan sudut pandang orang ketiga, ada orang ketiga sebagai pengamat dan orang ketiga serba tahu (mahatahu).
Gita     : Cara bedainnya gimana, Bu?
Saya    : Sudut pandang orang pertama cirinya menyebutkan tokohnya dengan sappaan “Aku, Saya” atau kata ganti orang pertama lainnya sehingga seolah-olah cerita itu adalah cerita pengarang sendiri. Sedangkan sudut pandang orang ketiga menyebutkan tokohnya dengan “Dia, Ia” atau menyebut nama tokohnya langsung. Jadi, posisi pengarang di sini sedang menceritakan orang lain.
Gita     : Kok, nggak ada sudut pandang orang kedua, Bu?
Saya    : Begini Gita, pengarang adalah orang yang bercerita kepada pembaca, hanya saja melalui cerpen atau novel. Sama seperti kamu yang sedang bercerita pada temanmu. Ketika kamu bercerita maka kamu adalah pengarang dan temanmu adalah pembaca. Ketika kamu menceritakan dirimu sendiri maka kamu akan menyebut “aku” atau “saya” karena cerita itu mengenai dirimu. Dalam posisi itu kamu adalah pengarang dengan sudut pandang orang pertama. Akan tetapi, ketika kamu menceritakan orang lain kamu akan menyebut si tokohnya dengan “Dia” atau “Ia” atau menyebut namanya langsung. Dalam posisi ini kamu menceritakan orang lain dan kamu tidak ada dalam cerita tersebut, kamu hanyalah orang yang menyampaikan cerita. Nah, mengapa tidak ada sudut pandang orang kedua? Karena orang kedua adalah pembaca. Jika kamu sedang bercerita, maka orang yang mendengarkan ceritamu adalah orang kedua. Tidak mungkin posisi pengarang sebagai pembaca atau orang yang mendengarkan cerita. Pengarang adalah pencerita, bukan pembaca atau pendengar. Orang kedua hanyalah penikmat cerita yang tidak lain  adalah pembaca. Kamu mengerti, Gita?
Gita     : Mmm...iya Bu. Tapi Gita mau contohnya dong, Bu. Biar lebih ngerti, hehehe.
Saya    : Kalau begitu, coba tebak sudut pandang yang terdapat dalam kutipan cerita ini.
Sudah senja. Adzan Maghrib sudah terdengar. Aku masih terduduk di bawah pohon beringin di pinggir sawah. Sejak siang tadi belum sedikit pun aku beranjak dari tempat teduh ini. Aku tidak sakit, sungguh. Namun, entah mengapa ada perasaan aneh yang menghinggapiku sehingga aku malas untuk melakukan aktivitas. Aku hanya ingin duduk, diam, dan merenung.
Gita     : Sudut pandang orang pertama, Bu!
Saya    : Alasannya?
Gita     : Karena pengarang menyebut tokohnya dengan “Aku”.
Saya    : Pintar! Tapi ingat, kata “aku” atau  “dia” bukan dilihat dari dialog dalam cerita tersebut melainkan dari kalimat atau uraian ceritanya.
Gita     : Oh, begitu. Berarti nomor ini isinya sudut pandang orang ketiga ya, Bu?
Saya    : Coba bacakan ceritanya!
Gita   : Ica sudah lelah latihan hari ini namun teman-temannya masih saja menganggap ia orang yang paling malas di kelompoknya. Sebenarnya, teman-temannya enggan satu kelompok dengan Ica kalau saja bukan karena Bu Raisah yang memilih kelompok pasti mereka tidak akan memasukkan Ica ke dalam kelompoknya. Mereka terus menyalahkan dan mencari kesalahan Ica agar Ica pindah kelompok atas keinginan sendiri bukan karena permintaan temannya.
Saya    : Benar sekali. Cerita itu menggunakan sudut pandang orang ketiga. Darimana kamu tahu?
Gita     : Karena pengarang menyebut tokohnya dengan kata “dia” dan menyebut namanya, yaitu “Ica”.
Saya    : Bagus! Berarti kamu sudah paham sekarang.
Gita     : Iya, Bu. Makasih ya...  

Bagaimana? Sudah jelaskah perbedaan sudut pandang orang pertama dan orang ketiga dalam cerpen atau novel? Mudah-mudahan percakapan antara saya dan siswa saya ini dapat memberi pencerahan bagi yang masih bingung dengan sudut pandang dalam cerita.